Setiap tahun, ribuan pemuda Thailand menghadapi momen yang bisa mengubah hidup mereka: undian wajib militer yang dikenal sebagai sistem "Dam or Daeng." Dalam bahasa Thailand, "dam" berarti hitam dan "daeng" berarti merah—warna dua kartu yang ditarik oleh peserta dalam sebuah ritual publik. Kartu merah berarti wajib menjalani pelatihan militer selama dua tahun, sementara kartu hitam berarti bebas dari kewajiban tersebut. Sistem ini bukan hanya soal pertahanan negara, tapi juga mencerminkan ketegangan sosial, politik, dan budaya yang menyelimuti Thailand modern.
Fenomena ini dianggap unik dan kontroversial karena mempertaruhkan masa depan seseorang pada keberuntungan semata. Banyak yang menilai bahwa sistem lotre erek erek ini tidak adil karena tak mempertimbangkan kesiapan mental, kondisi fisik, atau latar belakang sosial ekonomi peserta. Bagi sebagian pemuda, terutama dari keluarga kelas bawah, hasil undian bisa berarti putus sekolah atau kehilangan kesempatan kerja. Sementara yang memiliki sumber daya, tak jarang memilih jalur alternatif: menjadi sukarelawan lebih awal untuk menghindari undian, atau bahkan menyogok agar bebas.
Lotre 'Dam or Daeng' juga menyentuh isu identitas gender dan hak asasi. Kaum transgender—khususnya waria—sering kali harus menjalani proses yang memalukan dan diskriminatif saat mengikuti seleksi. Meski banyak dari mereka akhirnya dibebaskan karena alasan medis atau psikologis, pengalaman tersebut menambah luka dalam perjuangan mereka untuk diakui secara setara di masyarakat. Hal ini telah memicu protes dari kelompok HAM dan aktivis LGBTQ+ yang menuntut reformasi sistem wajib militer agar lebih manusiawi dan inklusif.
Meski mendapat banyak kritik, pemerintah Thailand masih mempertahankan sistem ini dengan dalih efisiensi dan pemerataan beban bela negara. Namun tekanan untuk mereformasi sistem wajib militer terus meningkat, apalagi di era digital di mana suara publik lebih nyaring terdengar. Lotre 'Dam or Daeng' kini bukan hanya simbol militerisme, tapi juga cerminan dilema antara tradisi dan tuntutan perubahan sosial. Di tengah perubahan zaman, akankah Thailand berani merombak sistem yang telah menjadi bagian dari sejarahnya selama puluhan tahun?